Mensesneg Prasetyo Hadi mengomentari viral permainan game Roblox yang digandrungi anak-anak. Prasetyo membuka kemungkinan pemblokiran game Roblox tersebut.
"Kalau memang kita merasa sudah melewati batas, apa yang ditampilkan di situ memengaruhi perilaku dari adik-adik kita, ya tidak menutup kemungkinan. Kita mau melindungi generasi kita, nggak ragu-ragu juga kita. Kalau memang itu mengandung unsur-unsur kekerasan, ya kita tutup, nggak ada masalah," kata Prasetyo kepada wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Maraknya anak-anak yang bermain game viral 'Roblox' belakangan memang menjadi perhatian serius pemerintah. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menegaskan, pengawasan orang tua merupakan kunci untuk mencegah dampak negatif dari penggunaan gawai pada anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kan harus ada pengawasan dari orang tua juga ya, jadi pola asuh dalam keluarga harus diperhatikan," ujar Arifatul usai menghadiri Pembukaan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) UI di Gedung Balairung, Universitas Indonesia, Depok, dikutip dari Antara, Selasa (5/8/2025).
Menurutnya, pola asuh yang tepat menjadi fondasi penting dalam keluarga, terutama di tengah derasnya arus teknologi. Orang tua perlu aktif memantau aktivitas anak saat menggunakan gawai, tidak hanya membatasi waktu penggunaan, tetapi juga memastikan konten yang diakses aman dan bermanfaat.
Kementerian PPPA disebutnya secara rutin melakukan sosialisasi ke berbagai daerah mengenai pengawasan penggunaan gadget pada anak. Edukasi ini diharapkan mendorong keluarga menciptakan lingkungan seimbang antara aktivitas digital dan interaksi langsung di dunia nyata.
"Setiap saya turun ke daerah, pasti kita akan mengingatkan keluarga agar bisa membangun pola asuh yang tidak berfokus pada gadget," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti juga mengingatkan bahaya Roblox saat meninjau pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis (CKG) Sekolah di SDN Cideng 2, Jakarta Pusat. Mu'ti menilai, Roblox mengandung banyak adegan kekerasan dan kata-kata kasar yang tidak pantas diakses oleh anak-anak.
"Kalau main HP tidak boleh menonton kekerasan, yang ada berantemnya, ada kata-kata jelek-jelek. Jangan nonton yang tidak berguna ya. Nah, yang main blok-blok (Roblox) tadi itu jangan main, karena itu tidak baik," tegasnya.
Ia menjelaskan, anak SD belum sepenuhnya mampu membedakan antara adegan nyata dan rekayasa, sehingga rentan meniru perilaku yang mereka lihat di permainan daring atau konten digital.
Sementara Arifatul menekankan, untuk mengurangi ketergantungan pada gadget, anak-anak perlu mengisi waktu istirahat dengan permainan tradisional.
"Jadi anak-anak kalau istirahat nggak mojok main gadget, tapi main galasin, enggrang, main bola, dan sebagainya, supaya nanti tidak terpaku pada gadget," ujarnya.
Menurutnya, permainan fisik dan tradisional dapat melatih konsentrasi, kerja sama, serta menjaga kesehatan fisik anak. Selain itu, aktivitas seperti ini membantu membangun keterampilan sosial yang tidak didapatkan ketika anak bermain sendirian dengan ponsel.
Baik Arifatul maupun Mu'ti sepakat, literasi digital perlu ditanamkan sedini mungkin kepada anak agar mereka memiliki panduan dan mampu membedakan informasi yang aman dikonsumsi dengan konten yang berpotensi membahayakan, termasuk permainan yang mengandung unsur kekerasan.
Terpisah, psikolog klinis Maharani Octy Ningsih mengingatkan, permainan digital selalu memiliki dua sisi positif dan negatif, tergantung jenis game dan cara anak memainkannya.
"Sebenarnya ada beberapa video game atau permainan digital yang bisa dijadikan alat efektif untuk meningkatkan kecerdasan kognitif pada anak dan remaja," jelasnya.
Ia mencontohkan, permainan strategi dapat melatih fokus perhatian, kemampuan menyimpan informasi, dan memprosesnya dalam jangka waktu pendek. Namun, ia mengingatkan dampak negatif bisa muncul jika game dimainkan berlebihan hingga menyebabkan kecanduan.
"Mereka jadi sulit lepas dari gadget, motivasi belajar turun, fokus berkurang, bahkan fungsi motorik ikut melemah. Kalau terus dibiarkan, kesehatan fisik dan mental juga akan terganggu," tegas Maharani.
(naf/kna)