Sepertinya, benar kata orang, bahwa 'tembok rumah sakit adalah yang paling sering mendengar doa-doa tulus dibanding tempat manapun'.
Tiga tahun lalu, doa-doa dari Hanny Stefhan (36) beserta keluarga memenuhi tembok dan menggema di setiap lorong. Bukan sekadar untuk kesembuhan, tapi, lebih dari itu.
"Bisa dikatakan, hampir pasti cacat tuh. Di otak saya waktu itu kalau nggak mati ya cacat gitu," kata Hanny saat berbincang dengan detikcom di Kabupaten Tangerang, Senin (16/6/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau untuk kasus-kasus cedera saraf (spinal cord injury traumatic with herniated nucleus pulposus) yang begini, dokter pun udah bilang jika telat sedikit saja bisa bahaya. Jangankan telat operasi, telat sedikit saja masuk obat, itu dokter bilang bisa bahaya (fatal)," lanjutnya.
Di Laga Akhir, Semuanya Bermulai
Desember tahun 2022, mungkin akan selalu diingat oleh Hanny Stefhan dan keluarga. Olahraga combat sport yang dicintai Hanny, justru berubah menjadi petaka, bahkan sampai mengancam nyawanya.
Sebagai seorang atlet di cabang olahraga jiu jitsu dan submission grappling, Hanny jelas kenyang akan pengalaman. Beberapa keping medali berhasil ia raih, menjadi bukti bahwa dirinya benar-benar serius menggeluti dunia ini.
"Saya bertanding di jiu jitsu dan submission grappling itu zaman-zaman sebelum COVID-19, jadi sekitar 2018 atau 2019. Pas waktu COVID-19, nggak ada pertandingan dan latihan sama sekali. Nah, setelah COVID-19, mulai lagi ada PON (Pekan Olahraga Nasional), ada Porprov (Pekan Olahraga Provinsi)," katanya.
Dengan semangat yang muncul kembali, Hanny tertarik untuk membela kampung halamannya, yakni Provinsi Lampung untuk bisa mencicipi sengitnya kompetisi Porprov dan PON.
Bukan jiu jitsu atau submission grappling, Hanny mencoba terjun ke olahraga yang terbilang baru di Indonesia, yakni Sambo (SAMozashchita Bez Oruzhiya). Ini merupakan olahraga pertarungan bela diri tanpa senjata dari Rusia.
"Saya ikut pertandingan Porprov cabor Sambo. Karena Sambo olahraga baru di Indonesia, jadi belum banyak atletnya. Organisasi Sambo ngambil (atlet) dari bela diri lain," kata Hanny.
"Saya memutuskan untuk ikut. Pertandingan tanggal 3 Desember 2022, saya sampai final dan di final itulah terjadilah kecelakaan itu," lanjutnya.
'Sombong' akan menjadi sikap yang mungkin tak akan diulangi oleh Hanny. Sebagai manusia, Hanny telah melakukan kesalahan, dan dari kekeliruan itu, dirinya langsung ditegur oleh sang pemilik bumi dan seisinya.
"Kadang, manusia terlalu sombong, saya jadi orang yang jumawa. (Berpikir) dengan mudah bisa menang dan orang yang saya lawan kelihatannya sudah takut. Dari situ saya ignore semua game plan, saya cuman mau main-main saja," kata Hanny.
"Dan kenalah sebuah bantingan dan saya nggak sempet mendarat dengan baik, akhirnya (jatuh) kena leher saya, ada fraktur dan dari fraktunya itu menghimpit di saraf leher. Itu menjadi sebuah mimpi buruk," sambungnya.
Hampir Lumpuh Total
Saat kepalanya menyentuh matras, Hanny merasa adanya sensasi seperti tersengat aliran listrik. Hanya butuh waktu sepersekian detik, kondisinya berubah 180 derajat. Semangatnya ambruk bersamaan dengan tubuh yang menyentuh matras.
"Setelah berasa kena setrum, saya terkulai aja di arena, nggak bisa bangun lagi. Tim saya sudah bilang, 'yuk bangun yuk', nah di situ saya sadar, kok badan ini shut down (lumpuh). Leher ke bawah shut down, tapi sadar total," katanya.
"Sampai sekarang masih terekam di memori saya dan itu menurut saya lebih menyeramkan daripada benar-benar nggak sadar. Menurut saya, ini adalah mimpi paling buruk," lanjutnya.
Kondisi yang awalnya tegang, saat itu, langsung tercampur dengan kepanikan. Tim dari Hanny sadar bahwa atletnya tak lagi bisa bertanding. Jangankan kembali bertarung, untuk menggerakkan jari saja, dia tak mampu.
David Yesaya, ayah dari Hanny Stefhan (Foto: Brand Studio/detikcom)
Runtuhnya 'Dunia' Seorang Ayah
Semua yang ada di arena jelas panik. Baik tim Porprov Provinsi Lampung, tim medis pertandingan, hingga penanggung jawab acara seperti Komite Nasional Indonesia (KONI). Saat itu, mereka berpacu dengan waktu, tidak boleh terlambat sedetikpun. Hanny dibawa ke salah satu rumah sakit terdekat yang ada di Lampung.
Salah satu tim, memutuskan untuk mengabari David Yesaya, ayah dari Hanny Stefhan. Pertama kali mendengar bahwa anak satu-satunya mengalami cedera saat bertanding, hanya ada satu kata di benak David: cemas.
"Saat itu saya cemas. Dalam pikiran saya, karena waktu ditelepon oleh temennya, 'Om, koh Hanny cedera', saya berpikir cederanya apa? Seperti apa? Kalau olahraga seperti itu saya pikir cedera patah (tulang), atau terkilir, atau luka biasa, nggak papa," kata David menceritakan kejadian saat itu.
"Bisa nggak Om ngomong (sama Hanny)? Suara di HP itu berisik (tidak terdengar jelas), ada orang-orang KONI itu ngomong 'Astagfirullahaladzim, nyebut bang, Astagfirullahaladzim, nyebut bang' terus aja begitu," lanjutnya.
David meminta seseorang di ujung telepon untuk me-loudspeaker, rasa cemas bercampur panik membuatnya ingin segera mendengar suara anaknya.
"Kamu celaka? Patah? Terkilir?" kata David.
"Aku semua normal pi, pikiran aku normal, penglihatan aku lihat, tapi dari leher ke bawah lumpuh total," ucap David menirukan perkataan Hanny.
Dunia David saat itu benar-benar runtuh. Namun, David percaya, masih ada Tuhan yang tak akan meninggalkannya.
Keajaiban di Siloam Hospitals Lippo Village
David Yesaya langsung menuju rumah sakit yang saat itu dituju oleh Hanny. Dukungan demi dukungan ia dapatkan, dari keluarga, teman-teman, dan orang-orang yang menyayanginya.
"Anak lo cuman satu, lo mesti cari dokter terbaik untuk menangani dia. Kalau nggak, dia cacat seumur hidup" kata David.
"Semua berita seperti itu, menakutkan. Tapi saya dalam hati 'bagaimana saya menghubungi dokter terbaik? Kami nggak punya koneksi'," lanjutnya.
Di tengah kebingungan tersebut, David kembali menyerahkan semuanya kepada Tuhan, kepada Ia yang mampu menyembuhkan segala penyakit.
"Aku percaya pasti Tuhan punya cara untuk menolong kami semua. Tapi karena rumah sakit yang pertama menangani Hanny fasilitasnya terbatas, nggak punya MRI (Magnetic Resonance Imaging), jadi semua rekan-rekan bilang 'ayo kita bawa ke Siloam Hospitals Lippo Village Karawaci'," katanya.
David percaya bahwa waktu sangat krusial kala itu. Perjalanan kurang lebih delapan jam, dari Bandar Lampung ke Kabupaten Tangerang dirinya isi dengan optimisme, serta doa-doa demi kesembuhan sang anak.
"Datang ke Karawaci itu jam 11 malam, ditangani dengan baik, dengan rapi, besoknya langsung MRI, langsung ketahuan semua," kata David.
"Apapun yang terjadi, andai kata yang terburuk sekalipun, dia lumpuh sekalipun, dia tetap anak saya. Harus saya tangani dengan baik," sambungnya.
Di waktu-waktu menunggu Hanny memasuki ruang operasi, David terus memberikan semangat kepada putranya. Baginya, Hanny tak sekadar anak, lebih dari itu, Hanny adalah dunia dan seisinya.
"Hati saya penuh dengan kasih untuk menolong dia (Hanny)," tegas David.
Spesialis bedah saraf Dr. dr. Petra O. P. Wahjoepramono, Sp.BS, B.Med, Sci (Hons), FICS, FINSS Foto: Brand Studio/detikcom
Keyakinan Hanny dan Keluarga yang Membuatnya Sembuh
Spesialis bedah saraf Dr. dr. Petra O. P. Wahjoepramono, Sp.BS, B.Med, Sci (Hons), FICS, FINSS menjadi sosok yang menangani Hanny waktu itu. Saat pertama kali memeriksa Hanny, dr. Petra mengatakan bahwa saat itu dirinya langsung yakin bahwa masih ada tindakan yang bisa dilakukan.
"Jadi, waktu datang itu kondisinya kita kenal dengan spinal shock. Karena benturan keras di leher, jadi saraf di lehernya sementara kacau. Tidak bisa menyampaikan sinyal dari otak ke badan," kata dr Petra.
dr. Petra mengatakan bahwa saraf merupakan organ yang sangat mudah sekali untuk terluka, umumnya karena tertekan oleh sesuatu seperti bantalan tulang.
"Saat itu yang kami lakukan adalah ACDF atau Anterior Cervical Discectomy and Fusion," kata dr. Petra.
Anterior Cervical Discectomy and Fusion (ACDF) merupakan salah satu metode yang bisa dilakukan untuk mengangkat cakram yang menekan saraf, di prosedur disektomi atau operasi tulang belakang. Pembedahan ini dilakukan untuk meringankan tekanan tulang belakang atau tekanan akar saraf yang mengurangi rasa sakit, kelemahan, hingga mati rasa.
Dokter akan mengangkat diskus yang rusak melalui bagian depan leher, dilanjutkan dengan tindakan fusi (penggabungan) tulang belakang. Fusi melibatkan penempatan cangkok tulang di tempat diskus se...