4 Syarat Sah Perjanjian 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1 month ago 10
 pexels.com/@pavel-danilyukIlustrasi syarat sah perjanjian 1320 - Sumber: pexels.com/@pavel-danilyuk

Syarat sah perjanjian 1320 adalah dasar penting yang wajib dipahami siapa pun yang ingin membuat kesepakatan hukum yang sah dan mengikat. Banyak orang menandatangani perjanjian tanpa memahami apakah sudah memenuhi syarat atau belum.

Padahal, tanpa memenuhi keempat syarat ini, perjanjian bisa dianggap batal atau tidak berkekuatan hukum. Itulah sebabnya, sebaiknya ketahui dan pahami dulu sebelum membuat suatu perjanjian.

Syarat Sah Perjanjian 1320 dalam KUH Perdata

 pixabay.com/users/jarmoluk-143740/Ilustrasi syarat sah perjanjian 1320 - Sumber: pixabay.com/users/jarmoluk-143740/

Dalam hukum perdata Indonesia, khususnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), terdapat aturan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian. Ketentuan ini tercantum secara jelas dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Pasal tersebut menyatakan bahwa agar suatu perjanjian dianggap sah dan mengikat secara hukum, harus memenuhi empat syarat utama. Keempat syarat ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.

Berdasarkan buku Akibat Pembatalan Perjanjian Perdamaian: Perspektif Perlindungan Hukum terhadap Kreditor Konkuren dalam Pembagian Harta Pailit, Tata Wijayanta, (2024), memahami keempat syarat ini sangat penting, baik untuk kalangan pelaku usaha, pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis, maupun individu secara umum.

Syarat sah perjanjian 1320 dalam KUHPerdata terdiri dari empat hal, yaitu:

1. Kesepakatan Para Pihak yang Mengikat Diri (Syarat Subjektif)

Syarat pertama adalah adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang membuat perjanjian. Artinya, masing-masing pihak harus setuju terhadap isi dan maksud dari perjanjian tersebut, tanpa adanya unsur paksaan, penipuan (dolus), maupun kekhilafan (dwaling).

Kesepakatan ini merupakan pondasi dari sebuah kontrak. Jika salah satu pihak tidak menyetujui isi perjanjian, perjanjian tersebut tidak bisa dianggap sah. Misalnya, jika seseorang menandatangani surat perjanjian karena diancam, kesepakatan tersebut cacat hukum dan bisa dibatalkan.

2. Kecakapan untuk Membuat Perjanjian (Syarat Subjektif)

Syarat kedua adalah kecakapan hukum dari para pihak yang melakukan perjanjian. Artinya, pihak-pihak yang membuat perjanjian harus secara hukum mampu melakukan tindakan hukum.

Pihak yang dianggap cakap harus memenuhi syarat tertentu. Seperti orang dewasa (minimal berusia 21 tahun atau sudah menikah), tidak berada di bawah pengampuan (curatele), tidak terganggu jiwanya, dan tidak dilarang oleh hukum untuk membuat perjanjian.

3. Suatu Hal Tertentu (Syarat Objektif)

Selanjutnya, perjanjian harus menyangkut suatu hal tertentu. Artinya, objek yang diperjanjikan harus jelas dan dapat ditentukan. Objek bisa berupa barang, jasa, atau hak tertentu yang menjadi pokok perjanjian.

Ketidakjelasan mengenai objek perjanjian dapat menyebabkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Itulah sebabnya, isi perjanjian harus secara spesifik menjelaskan apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

4. Suatu Sebab yang Halal (Syarat Objektif)

Syarat terakhir adalah adanya sebab yang halal, artinya perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan hukum, kesusilaan, atau ketertiban umum. Jika isi atau tujuan dari perjanjian tersebut melanggar hukum atau norma yang berlaku, perjanjian itu batal demi hukum.

Baca Juga: 10 Contoh Hukum Perdata dan Penjelasannya

Memahami syarat sah perjanjian 1320 dalam KUHPerdata sangat penting agar setiap perjanjian yang dibuat memiliki kekuatan hukum yang sah. Sebelum membuat atau menandatangani perjanjian apa pun, pastikan keempat syarat ini telah dipenuhi secara lengkap. (DNR)

Read Entire Article