Kucuran Rp 200 triliun anggaran pemerintah yang disimpan di perbankan dalam bentuk deposito on call, diprediksi tidak akan berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi sepanjang tahun ini.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah membagi anggaran pemerintah yang mengendap Bank Indonesia (BI) tersebut kepada 5 bank pelat merah, yaitu Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing mendapat Rp 55 triliun. Sementara BTN memperoleh Rp 25 triliun, dan BSI Rp 10 triliun.
Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, mengatakan injeksi likuiditas tersebut merupakan kebijakan positif oleh pemerintah di saat kondisi ekonomi global terlihat kurang kondusif, yang dapat memberikan akselerasi bagi perekonomian.
"Kami menyambut positif langkah Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, setidaknya dampak mendukung upaya ekonomi Indonesia untuk tumbuh setidaknya 5 persen dan 5,1 persen pada 2025 dan 2026," kata Myrdal kepada kumparan, Sabtu (13/9).
Myrdal memperkirakan pertumbuhan kredit dan simpanan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan Indonesia masing-masing mencapai 7,40 persen dan 6,03 persen pada tahun 2025, jika mesin perekonomian domestik dimaksimalkan dan BI melanjutkan kebijakan moneter ekspansif, termasuk penurunan bunga moneter.
Selain itu, laju inflasi diprediksi masih stabil sekitar 2,21 persen pada tahun 2025 dan 2,29 persen pada 2026, sehingga membuat tingkat bunga moneter akan terus menurun, setidaknya 75 bps hingga tahun depan.
"Untuk risiko inflasi, kami melihat masih minim ditimbulkan dari kebijakan ini. Itu mengingat kucuran dana Rp 200 triliun masih relatif belum signifikan memberikan dampak untuk memicu lonjakan demand pull inflation," ungkap Myrdal.
Di sisi lain, Myrdal optimistis investor global akan melihat kondisi fundamental ekonomi Indonesia lebih baik. Arus dana asing akan masuk dan menopang nilai tukar Rupiah bergerak di kisaran Rp 15.990 hingga akhir tahun ini maupun pada tahun depan.
Dengan kondisi tersebut, laju kredit perbankan maupun pertumbuhan dana pihak ketiga akan tumbuh di kisaran 7-11 persen pada tahun ini maupun tahun depan.
"Sektor yang menarik bagi perbankan di antaranya consumption goods, retailers, transportation & Storage, accommodation & food beverages industry, business services, property residential, information & communication technology (ICT), education, energy, foods estate, dan downstream industry," jelasnya.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, juga menilai penempatan dana Rp 200 triliun bisa cukup efektif mendorong ekspansi kredit dan penggerak ekonomi, meskipun keberhasilannya bergantung pada desain eksekusi dan penguat permintaan di hilir.
Dia menghitung estimasi DPK dapat bertambah sekitar 1,7 persen, mengangkat pertumbuhan kredit sekitar 0,8 -1,4 persen menuju kisaran 10 -11 persen (yoy), serta memberi sumbangan pada pertumbuhan ekonomi sekitar 0,3- 0,6 persen.
"Dengan efek ke inflasi yang tergolong terbatas sekitar 0,3 - 0,5 persen bila penyaluran tepat sasaran," ungkap Joshua.