Kampung Oesalaen menjadi satu-satunya kampung muslim yang ada di Pulau Semau, 20 kilometer dari Kupang, Nusa Tenggara Timur. Masyarakat yang tinggal di kampung ini merupakan pendatang yang bekerja sebagai pelaut muslim dari Makassar.
Pada tahun 2023 jumlah penduduk muslim di Kampung Oesalaen, Desa Akle, Kec Semau Selatan, Pulau Semau, Kab Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) ada sekitar 100 KK (Kepala Keluarga). Menurut Ustadz Rusli Daeng Bolos, setiap tahunnya, ada penambahan 10-13 orang muslim.
Mereka adalah warga yang menjadi mualaf. Salah satu faktornya adalah karena adanya budaya Mawi, atau perkawinan antara muslim dengan non-muslim (Misbah, 2020).
Kampung ini terletak di ujung pulau dan menjadi salah satu sasaran pengembangan penyebaran agama bagi Dewan Dakwah. Pendampingan intens atau pembinaan dilakukan oleh sejumlah da'i. Pendekatan dan cara komunikasi yang baik jadi faktor penting dalam dakwah di Kampung Oesalaen.
Salah satunya adalah Ustaz Ramli yang sudah berdakwah sejak tahun 2007 melalui pengiriman hewan kurban. Proses agar dakwah beliau bisa diterima masyarakat juga tak sebentar, butuh sekitar tujuh tahun agar bisa diterima dengan baik di kampung muslim ini.
Dalam menyampaikan dakwah, pasti akan selalu ada problem dan tantangannya. Setiap da'i atau penceramah tentu mengalami problem yang berbeda-beda saat menjalankan tugasnya. Faktornya juga bisa beragam, salah satunya adalah karena kondisi geografis, lingkungan, serta adat istiadat di masyarakat. Di daerah 3T (tertinggal, terluar, terdalam), yang jadi tantangan biasanya adalah lokasinya yang jauh dan medan yang sulit ditempuh.
Perbedaan nuansa penyampaian dakwah juga bisa menjadi tantangan. Seorang da'i akan berusaha mencari cara agar dakwahnya mudah diterima, sehingga pesan keagamaan bisa tersampaikan ke masyarakat. Reaksi masyarakat itulah yang akan menunjukkan apakah dakwah yang dilakukan efektif atau tidak (Nurul, 2021).
Masjid Nurul Haq yang berada di kampung ini boleh menyuarakan speakernya ke segala penjuru arah. Masjid di sini bukan hanya jadi pusat keagamaan bagi umat muslim saja, tapi juga penanda waktu bagi non-muslim, terutama yang berprofesi sebagai petani.
Waktu adzan menjadi pertanda bagi mereka kapan harus mulai bekerja, istirahat dan pulang ke rumah masing-masing bertemu dengan keluarga. Adzan Subuh sebagai alarm bangun pagi bersiap ke laut atau ladang; Dzuhur pertanda istirahat atau pulang; Ashar waktunya berhenti kerja dan pulang; Maghrib tidak boleh keluar rumah lagi; Isya penunjuk waktu tidur.