Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan peringatan keras bahwa sistem kesehatan di Gaza berada dalam kondisi 'katastrofik'. Rumah sakit kewalahan, persediaan obat menipis, dan ancaman penyakit baru terus bermunculan, di tengah ketidakmampuan bantuan medis untuk masuk dengan cepat.
Dr. Rik Peeperkorn, Perwakilan WHO untuk Tepi Barat dan Gaza, menyatakan bahwa kurang dari separuh rumah sakit di Gaza dan di bawah 38 persen pusat layanan kesehatan primer berfungsi, itupun dengan kapasitas minimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapasitas tempat tidur di fasilitas utama sudah melebihi batas. Dr. Peeperkorn menyebutkan bahwa:
- RS Shifa beroperasi dengan kapasitas 250 persen
- RS Nasser di 180 persen
- RS Al-Rantisi di 210 persen
- RS Al-Ahli melebihi 300 persen
Situasi ini semakin diperparah dengan tingginya jumlah korban luka dari area distribusi makanan, yang juga menyebabkan kelangkaan darah dan plasma.
Krisis semakin parah
Kekurangan kritis obat dan bahan habis pakai terus berlanjut. Menurut Dr. Peeperkorn, 52 persen obat-obatan dan 68 persen bahan habis pakai sudah mencapai "stok nol."
Kelaparan dan malnutrisi juga memburuk dengan cepat. Sejak awal tahun 2025, 148 orang, termasuk 49 anak, meninggal karena malnutrisi. Pada Juli, hampir 12.000 anak di bawah usia lima tahun didiagnosis menderita malnutrisi akut, angka bulanan tertinggi yang pernah tercatat.
Ancaman Penyakit Baru dan Sulitnya Akses Bantuan
Penyebaran penyakit menambah tekanan pada sistem kesehatan yang lumpuh. Kasus suspek meningitis mencapai 452 pada Juli hingga awal Agustus, jumlah tertinggi sejak eskalasi dimulai. Sindrom Guillain-Barré juga melonjak, dengan 76 kasus suspek sejak Juni. Kedua kondisi ini sangat sulit diobati karena stok obat penting, seperti imunoglobulin, sudah habis.
Akses bagi tim medis dan pasokan internasional tetap menjadi kendala besar. Dr. Peeperkorn menyebutkan bahwa prosedur masuk sangat lambat dan tidak dapat diprediksi.
"Kami mendengar lebih banyak pasokan kemanusiaan diizinkan masuk, tetapi itu tidak terjadi, atau terjadi terlalu lambat," ujarnya.
WHO menyerukan agar lebih banyak pintu perbatasan ke Gaza dibuka, prosedur dipermudah, dan hambatan akses dicabut untuk mencegah krisis ini semakin parah.
(kna/kna)