Kasus Siswi MTs Jilbab-Pakaian Dilucuti Gagal Damai, Polisi: Diproses Hukum

1 day ago 2
Ilustrasi perundungan (dibully) atau bullying. Foto: Shutterstock

Kasus perundungan terhadap siswi MTs Desa Sumari, Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, yang dilakukan oleh tiga orang siswi lainnya, berlanjut ke proses hukum.

Saat perundungan dalam kelas itu, korban menangis usai dilucuti jilbab dan pakaiannya—juga roknya, ditoyor, dijambak rambutnya, dan beberapa kali dipukul.

Kasus ini, sebelumnya sempat didamaikan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Donggala.

Kapolres Donggala, AKBP Angga Dewanto Basari mengatakan, perdamaian tersebut gagal dilakukan. Kasus ini lanjut diproses hukum.

“Diproses. Sudah ditangani Polres,” kata Angga kepada kumparan, Senin (15/9) sore.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Donggala, Iptu Bayu Dhamma menjelaskan bahwa, perdamaian sempat diupayakan di Polsek.

Korban hanya didampingi oleh neneknya. Sedangkan, para pelaku didampingi kedua orang tuanya masing-masing.

“Kemarin sudah di upayakan mediasi oleh Polsek,” ucapnya.

Mediasi sempat berhasil. Mereka sepakat berdamai dan kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan. Namun belakangan, orang tua atau ibu korban tidak terima. Ia pun, mencabut perdamaian tersebut.

“Ibu nya enggak terima dan akhirnya proses mediasi kemarin kita batalkan,” ucapnya.

Karena perdamaian itu dicabut, polisi meminta agar ibunya melapor secara resmi di Polres Donggala.

“Kita sudah arahkan untuk membuat laporan polisi. Dan baru saja datang ibunya melapor,” katanya.

Atas laporan tersebut, akan ditindaklanjuti polisi. Penyidik, akan memeriksa sejumlah saksi dan begitu juga korban sendiri.

Korban Diasuh Sama Neneknya

Korban selama ini hanya tinggal bersama neneknya. Korban ditinggalkan ibunya sejak dia duduk di bangku kelas V Sekolah Dasar (SD).

“Selama ini, yang urus korban neneknya,” katanya.

Korban harus terpisah dengan orang tuanya karena perceraian. Ibu dan bapaknya pisah cerai.

“Ibu bapaknya itu pisah cerai,” bebernya.

Untuk ibu korban, sehari-harinya hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT). Begitu juga dengan orang tua dari para pelaku. Mereka hanya bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga.

Read Entire Article