Otak memiliki kemampuan luar biasa untuk menyimpan informasi sebagai ingatan, memungkinkan kita belajar dari kesalahan. Namun, tidak semua ingatan memiliki kekuatan yang sama; beberapa tetap jelas, sementara yang lain memudar.
Para peneliti di Tohoku University kini menemukan bahwa sebagian dari proses seleksi ingatan ini bergantung pada fungsi astrosit, sejenis sel khusus yang mengelilingi neuron di otak.
Mereka menunjukkan bahwa memanipulasi astrosit secara artifisial dapat mencegah ingatan tersimpan dalam jangka panjang, membuka wawasan baru tentang cara otak kita memproses dan menyimpan informasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Percobaan dengan Bantuan Optogenetika
Dikutip dari laman Tohoku University, untuk memanipulasi astrosit, para peneliti menggunakan teknik yang disebut optogenetika pada otak tikus. Dengan menyinari sel-sel tersebut melalui serat optik, mereka bisa secara langsung merangsang dan membuat astrosit menjadi lebih asam atau lebih basa.
Penelitian ini difokuskan pada astrosit di amigdala, area otak yang dikenal penting dalam mengatur emosi dan rasa takut.
Dalam satu percobaan, tikus diberi kejutan listrik ringan. Ketika kembali ke ruangan yang sama, tikus itu membeku, sebagai respons alami terhadap ingatan akan kejutan. Namun, tikus yang astrositnya dibuat lebih asam segera setelah kejutan, hanya mengingat rasa takut itu untuk sementara waktu dan melupakannya keesokan harinya.
Ini menunjukkan bahwa asam astrosit tidak memengaruhi memori jangka pendek, tetapi mencegahnya menjadi memori jangka panjang.
Harapan baru mengobati trauma
Efek yang berbeda terlihat pada tikus yang astrositnya dibuat lebih basa. Tiga minggu kemudian, tikus kontrol biasanya menunjukkan tanda-tanda lupa, dengan respons membeku yang menurun. Namun, tikus yang astrositnya dibuat lebih basa setelah kejutan yang kuat, tetap menunjukkan respons takut yang kuat bahkan setelah tiga minggu.
Penemuan ini menunjukkan bahwa astrosit memainkan peran kunci dalam menentukan apakah ingatan akan terhapus atau dipertahankan untuk waktu yang lama, terutama setelah kejadian traumatis. Hal ini menantang pemahaman umum bahwa memori jangka pendek secara bertahap mengeras menjadi memori jangka panjang.
"Kami percaya ini bisa mengubah cara kita memahami pembentukan memori," kata Profesor Ko Matsui, pemimpin penelitian.
Peneliti utama, Hiroki Yamao, percaya bahwa astrosit dapat menjadi kunci untuk memahami perubahan emosional dan pembentukan memori. "Ini mungkin hanya sekilas tentang bagaimana astrosit memengaruhi pemrosesan informasi emosional," jelas Yamao.
"Tujuan kami selanjutnya adalah mengungkap mekanisme astrosit dalam mengatur memori emosional."
Memahami proses-proses ini dapat membuka jalan bagi terapi yang mencegah terbentuknya ingatan traumatis. Ini menawarkan pendekatan yang sangat berharga untuk mengobati gangguan seperti gangguan stres pascatrauma (PTSD) dengan mengintervensi pembentukan memori itu sendiri.
(kna/kna)