Ibu muda bernama Anik Mutmainah (38) warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang meninggal dunia saat menonton karnaval sound horeg. Pihak RSUD Pasirian, tempat Anik dilarikan, mengatakan pasien mengalami henti jantung dan henti napas.
Tapi, apakah kebisingan ekstrem dari sound horeg dapat membahayakan kesehatan tubuh, terutama organ jantung?
Menjawab hal ini, spesialis jantung dr Yuri Afifah, SpJP mengatakan suara dengan desibel tinggi, di atas 50 dB bisa mengakibatkan penyakit jantung dan pembuluh darah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi apakah dalam waktu singkat? tentunya nggak ya, butuh waktu yang lama untuk noise pollution menjadi cardiovascular disease," kata dr Yuri saat dihubungi detikcom, Selasa (5/8/2025).
"Henti jantung berhubungan sama masalah kelistrikan jantung atau aritmia. Misal dengar suara yang kenceng terus memicu aritmia seseorang muncul, masih mungkin bikin henti jantung ya," sambungnya.
dr Yuri menambahkan penelitian menunjukkan bahwa kebisingan yang 'tidak biasa' seperti suara pesawat, kereta api, hingga jalan raya memiliki hubungan yang bergantung pada dosis dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
"Kalau dari jurnal luar negeri lebih ke penelitian ke arah transportation noise ya, yang kita tau desibelnya tidak lebih tinggi dari sound horeg," katanya.
Untuk diketahui, tingkat suara yang dihasilkan saat pesawat lepas landas ada di angka 120 dB, sementara sound horeg sendiri bisa mencapai 120-135 dB.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa ambang batas aman paparan suara adalah 85 dB selama maksimal 8 jam per hari. Paparan suara di atas 100 dB digambarkan sebagai suara yang sangat keras dan berpotensi membahayakan.
Tingkat suara 120 dB adalah tingkat desibel yang menggambarkan suara sangat keras. Faktanya, pada grafik desibel, 120 dB menandai batas suara yang menyakitkan dan sangat berbahaya bagi telinga manusia. Ini seperti mendengarkan sirine dan batas aman berada di dekatnya hanya 12 detik.
(dpy/up)