
Letnan Jenderal TNI Djaka Budi Utama dikabarkan bakal menduduki jabatan strategis sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Dia akan menggantikan Askolani yang menjabat sejak Maret 2021. Informasi ini mencuat usai pertemuannya dengan Presiden Prabowo Subianto bersama Bimo Wijayanto yang dikabarkan akan menjabat Dirjen Pajak.
Dalam keterangan kepada wartawan, Bimo menyampaikan bahwa keduanya dipanggil Presiden untuk menerima arahan terkait perbaikan sistem perpajakan Indonesia.
Djaka disebut akan bergabung dengan Kementerian Keuangan, meski pengumuman resmi posisinya belum disampaikan.
“Nanti pengumuman resminya ditunggu saja dari Kementerian Keuangan,” kata Bimo kepada wartawan di Istana, Jakarta, Senin (20/5).
Djaka Budi Utama merupakan perwira tinggi TNI aktif dengan latar belakang militer yang panjang.
Karier Djaka Budi Utama
Djaka merupakan perwira TNI Angkatan Darat dan jebolan Akademi Militer Magelang pada 1990. Pria kelahiran tahun 1967 ini pernah menduduki jabatan sipil maupun militer.
Salah satunya, menjadi Deputi Bidang Kordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Agustus 2021-Juni 2023. Dia juga sempat menjabat sebagai Asisten Panglima Intelijen TNI pada 2023-2024.
Kemudian, mulai Juni 2024, dia menjabat sebagai Irjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) hingga Oktober di tahun yang sama. Kariernya berlanjut sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN) sejak Oktober 2024 lalu.
Tercatat sebagai Anggota di Tim Mawar
Tim Mawar diisi Komandan Mayor Bambang Kristiono, Wakil Komandan Kapten Fauzani, dan Pa Intel Tim Kapten Nugroho. Tim ini kemudian dibagi dalam dua unit.
Unit I dipimpin Kapten Dadang dengan wakilnya, Kapten Untung Budi Harto, dan anggota Serka Sunaryo dan Sertu Sukadi. Sementara Unit II dikomandoi Kapten Yulius Selvanus dengan wakilnya, Kapten Djaka Budi Utama, dan anggota Kapten Fauka dan Serka Sigit.
Dalam operasi yang dilakukan Tim Mawar 27 tahun yang lalu, setidaknya ada 23 orang yang diduga menjadi korban dalam operasi ini. Sebanyak 13 di antaranya sampai hari ini tak diketahui nasib dan keberadaannya.
Operasi penculikan ini akhirnya membawa 11 anggota Tim Mawar ke pengadilan militer atau Mahmilti II pada April 1999. Hasilnya, pengadilan menjatuhi hukuman pada Yulius dan Dadang.
Saat itu Mahmilti II Jakarta yang dipimpin Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Komandan Tim Mawar, Mayor Inf Bambang Kristiono, dengan 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI.
Hukuman juga diberikan pada Wakil Komandan Tim Mawar, Kapten Inf Fausani Syahrial (FS) Multhazar, Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto.
Masing-masing mendapat hukuman 20 bulan penjara dan dipecat sebagai anggota TNI. Namun Yulius selamat dari pemecatannya sebagai TNI usai mengajukan banding atas vonis Mahmilti II.
Begitu juga 6 prajurit lainnya dihukum penjara, tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka yakni Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, dan Kapten Inf Fauka Noor Farid dengan masing-masing hukuman bui 1 tahun 4 bulan.