Kisah Perempuan Yogya Dijanjikan Kerja di Thailand, Berujung Scammer di Kamboja

2 weeks ago 4
 panuwat phimpha/ShutterstockIlustrasi penipuan melalui smartphone. Foto: panuwat phimpha/Shutterstock

Seorang perempuan asal Yogyakarta, Puspa, yang merupakan nama samaran, memberikan kesaksian tentang apesnya hidup sebagai pekerja migran ilegal. Puspa awalnya dijanjikan kerja di Thailand tetapi ternyata dikirim ke Kamboja.

Tawaran itu datang dari sosial media Facebook.

"Saya cari pekerjaan di sosial media Facebook. Saya memposting saya bisa kerja, apa pengalaman saya. Lalu ada seorang wanita yang (mengirim pesan) inbox ke Facebook saya. Dia menawarkan pekerjaan awalnya di Macau," kata Puspa dalam keterangan tertulis Humas Pemda DIY, Kamis (17/7).

Dari Facebook percakapan berlanjut ke WhatsApp. Hubungan intens terjadi selama satu bulan termasuk komunikasi video call.

Dalam komunikasi itu, perempuan yang menawari Puspa kerjaan itu mengaku punya restoran di Thailand. Puspa ditawari kerja di sana. Dokumen kelengkapan disebut akan diurus di sana.

Akan tetapi tiket yang diberikan kepada Puspa ternyata bukan ke Thailand. Tiketnya bertujuan ke Ho Chi Minh City, Vietnam.

"Saya bertanya 'kenapa saya dibelikan tiket ke Ho Chi Minh, kenapa tidak ke Thailand langsung'. Tapi ia bilang untuk tenang dan percaya saja. Dari Ho Chi Minh, saya dijemput seorang pria menggunakan motor untuk menuju ke Kamboja. Tapi itu saya belum tahu kalau mau dibawa ke Kamboja," bebernya.

Masuk Kamboja

Usai melewati portal imigrasi Kamboja, Puspa mengaku tak bisa mengontak perempuan kenalannya itu.

Puspa cerita dirinya dibawa ke sebuah pasar oleh orang yang berbeda. Dia melihat pria China memberi uang ke orang yang membawanya. Lalu dia dibawa ke ruangan sebuah apartemen yang berisi 45 pria yang tengah bekerja dengan komputer.

"Sebenarnya kita kerja apa? Dia bilang, 'kita bekerja sebagai scammer atau penipuan online'," jelas Puspa yang tamatan SMP itu.

Puspa awam dengan komputer. Tetapi dia tak memiliki pilihan lain. Scammer ini kata Puspa menargetkan korban orang-orang Indonesia.

"Jika kamu tidak bisa menipu, kamu akan merasakan denda atau hukuman. Begitu yang mereka katakan," jelasnya.

Jalani Pekerjaan Scammer

Puspa mengatakan pekerjaannya ini adalah kerja tim. Ada costumer service yang bertugas mengolah hingga menawarkan iklan ke korban dengan iming-iming komisi Rp 18-22 ribu.

Ketika menjaring korbannya, CS meminta korban untuk mengunduh aplikasi. Lalu mereka diminta top up secara bertahap hingga ratusan ribu hingga ratusan juta. Namun setelah top up uang keuntungan yang dijanjikan tak pernah ada.

"Agar tidak tertipu, kalau di-add di grup, lebih baik chat ke personal yang ada di dalam grup itu ajak spam, biar grupnya hilang. Terus jangan tergiur dengan uang instan, kayak pendapatan instan, itu nggak ada. Kita harus susah dulu baru dapat hasil. Kalau dapat link-link mencurigakan, jangan dibuka, lebih baik tinggalkan, blokir aja," jelasnya.

Ancaman Siksaan: Disetrum hingga Dipukuli Satu Kantor

Target Puspa sebulan saat jadi scammer ini adalah Rp 300 juta. Jika hanya mendapat Rp 100 juta, Puspa tidak digaji. Gaji yang dijanjikan ke Puspa Rp 12 juta tapi dipotong denda sana-sini, hingga ia tak tahu pasti berapa yang dia terima.

Hukuman juga menanti jika target tak tercapai. Jam kerja pun dari 09.00 sampai 24.00 WIB. Ketika terlambat ada denda Rp 150 ribu.

"Risiko yang kita alami, kita bisa disetrum, atau dilempar dari lantai tiga, dan itu sudah teman saya alami. Kita bisa dipukuli satu kantor. Setiap kita masuk ke ruangan bos, di situ sudah ada setrum, pistol, dan tongkat panjang," bebernya.

Denda juga diberlakukan ketika ke toilet lebih 6 kali, ke toilet 10 menit, tertidur, hingga membuka aplikasi lain.

"Tidur atau memejamkan mata sebentar, didenda $50 atau Rp 750.000. Telat kerja juga kena denda. Tidak boleh buka YouTube atau aplikasi lain, komputer hanya untuk kerja,” ujarnya.

Soal makan pun mengenaskan.

"Kita diberi makan, tapi yang harus dimakan itu saren (masakan dari darah hewan yang dibekukan/dikukus), babi, katak. Dan kita tidak punya pilihan lain," jelasnya.

Ketika dianggap tak berguna, para pekerja ini akan dijual ke perusahaan lain. Mereka juga kena denda Rp 15 juta.

Dapat Bantuan

Puspa kemudian berusaha minta bantuan ke KBRI. Statusnya sebagai PMI ilegal membuatnya sempat ditahan sebulan sebelum dideportasi. Setelah di Indonesia dia berada di bawah naungan Dinas Sosial DIY.

"Saya mendapatkan bantuan pendampingan psikiater, pengobatan untuk biaya perobatan saya, makan, dan lainnya," katanya.

Pegawai Dinsos DIY, Widianto, mengatakan ada 6 balai yang dimiliki lembaganya untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial. Termasuk salah satunya korban perdagangan orang.

"Penyelesaian permasalahan mereka melalui konselor dan pendampingan dari pekerja sosial, kami menyediakan bimbingan. Bimbingan mental sosial, bimbingan keagamaan, bimbingan fisik, dan juga bimbingan keterampilan," tuturnya.

Mereka juga diberikan bekal keterampilan seperti olahan pangan, membatik, tata rias salon, serta menjahit dan bordir.

"Supaya nanti setelah selesai dari perlindungan dan rehabilitasi kami, mereka bisa mandiri di dalam masyarakat untuk bekerja atau berusaha," ujar Widianto.

Read Entire Article