From Bean to Cup: Menelusuri Akar Kopi Arabika yang Legendaris

2 months ago 6
Junita, petani kopi di Karo, Sumatera Utara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan

Di suatu pagi di awal bulan Mei yang panas, kendaraan kami meninggalkan hiruk-pikuk Medan dan menanjak perlahan menuju kebun kopi di dataran tinggi Karo. Jalanan berkelok membelah hamparan hutan pinus dan perkebunan rakyat. Kami tengah menyusuri “10 kaki pertama” dari perjalanan panjang Starbucks Origins Media Experience, sebuah pengalaman langsung menelusuri akar kopi arabika Sumatra yang legendaris.

Udara segar yang menggigit serta hamparan perbukitan hijau menjadi sambutan alami dalam perjalanan menuju salah satu kawasan penghasil kopi arabika terbaik Indonesia. Di sinilah cerita tentang kopi bukan hanya soal rasa, tetapi juga tentang tanah, tradisi, dan orang-orang yang merawatnya dengan sepenuh hati.

Kawasan ini merupakan bagian dari “Sumatra Arabica Coffee Origins,” wilayah yang dikenal luas karena keunikan rasa dan karakter kopinya. Karo, bersama Dairi, Simalungun, dan Pakpak Bharat, menjadi rumah bagi ribuan petani kopi yang menggantungkan hidup pada tanaman beraroma khas ini.

Keberadaan pegunungan dan tanah vulkanik yang kaya nutrisi menjadikan wilayah ini sangat ideal untuk budidaya kopi arabika dengan ketinggian rata-rata di atas 1.200 meter di atas permukaan laut.

Perkebunan kopi di bawah kaki Gunung Sinabung di Karo, Sumatra Utara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan

Setiap cangkir kopi memiliki cerita tersendiri, dan bagi Starbucks, cerita ini dimulai dari asalnya--perkebunan kopi. Starbucks memasok 3% kopi dunia dari lebih dari 450.000 perkebunan di lebih dari 30 negara. Namun, perubahan iklim mengancam masa depan kopi, dan komunitas petani merasakan dampaknya terhadap produktivitas, kualitas tanaman, dan mata pencaharian mereka.

Pulau Sumatera yang subur--penghasil kopi terbesar ketiga di dunia-- memainkan peran penting dalam upaya Starbucks untuk mendapatkan kopi berkualitas tinggi. Biji kopi Sumatra menjadi bahan utama dari banyak kopi Starbucks yang dicintai dan merupakan bahan dari salah satu kopi single origin mereka yang paling populer.

Untuk mendukung petani kopi, Starbucks mendirikan salah satu dari sepuluh Farmer Support Center (FSC) global di Sumatra. Di sini, para ahli agronomi bekerja bersama para petani untuk berbagi penelitian, pengetahuan, dan praktik terbaik, untuk meningkatkan kualitas tanaman, meningkatkan hasil panen, dan menjaga mata pencaharian mereka.

Farmer Support Center milik Starbucks di Berastagi, Sumatra Utara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan

Setelah merapat di Farmer Support Center (FSC) Starbucks di Berastagi, kami disambut oleh Laura Elphick, Direktur Coffee Education & Engagement Starbucks Asia Pasifik, dengan senyuman tulus dan energi yang menular.

“Kami percaya bahwa masa depan kopi tidak hanya bergantung pada rasa, tapi pada siapa yang menanamnya dan bagaimana mereka bertahan di tengah tantangan global,” katanya.

Dalam dua dekade lebih di Starbucks, Laura telah mengubah pendekatan edukasi kopi di Asia Pasifik, membangun tim engagement dari nol hingga kini beranggotakan lebih dari 50 orang.

Masyitah “Ita” Daud, General Manager FSC Indonesia, dan tim ahli agronomi, menjelaskan misi FSC yang berdiri sejak 2015 dalam menjembatani ilmu agronomi mutakhir dengan praktik petani lokal.

Robertus Tri Hastoaji dan Ucu Sumirat, dua agronom muda yang penuh dedikasi, memperlihatkan kebun percontohan, bibit-bibit varietas tahan penyakit, dan teknik agroforestri yang tengah diuji. Kami pun turut serta menanam pohon kopi, sembari mendengarkan cerita tentang bagaimana perubahan iklim menggerus hasil panen dan meningkatkan risiko penyakit seperti karat daun.

Kopi Arabika di tanah Karo, Sumatera Utara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan

Di sesi cupping, kami dipandu oleh Brittany Zeller, Coffee D...

Read Entire Article