
MANADO - Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) kini berada di angka 173,84 ribu orang. Data ini merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang digelar oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2025.
Angka ini naik sebesar 0,01 persen dibandingkan bulan September 2024 yakni sebanyak 1733,30 ribu orang.
“Persentase penduduk miskin kita di Sulawesi Utara adalah 6,71 persen. Pada bulan Maret meningkat 0,01 persen dibandingkan September 2024. Ada peningkatan kecil sekali,” ungkap Kepala BPS Sulut, Aidil Adha, Jumat (25/7).
Aidil menyebut, ada beberapa faktor yang mendorong angka kemiskinan di Sulut. Pertama terjadi inflasi di kelompok makanan, minuman dan tembakau.
"Naiknya harga makanan, minuman, dan tembakau yang cukup tinggi yaitu sebesar 8,24 persen, membuat kemampuan konsumsi masyarakat melemah," ujar Aidil saat memaparkan fenomena sosial ekonomi Sulut.
Selain itu, naiknya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2025 hingga kemudian mencapai angka 6,03 persen poin, juga jadi faktor pendorong.
Lebih lanjut, Aidil mengatakan jika terjadi perbedaan pada potret kondisi kemiskinan perkotaan dan pedesaan dalam hasil survei. Dijelaskan jika kemiskinan di pedesaan mengalami penurunan dari 10,14 persen menjadi 9,95 persen, sedangkan di perkotaan justru meningkat dari 4,07 persen menjadi 4,25 persen.
“Meskipun penduduk miskin di perkotaan alami kenaikan, tetapi penduduk miskin masih lebih banyak di pedesaan,” kata Aidil.
Lebih lanjut, Aidil juga memaparkan gambaran garis kemiskinan di Sulut yang naik 3,63 persen dari Rp 511,710 ribu menjadi menjadi Rp 530,304 ribu pada bulan Maret 2025.
Dalam penjelasannya, peningkatan itu terutama disumbang oleh garis kemiskinan makanan dengan persentase 77,84 persen dan 22,16 persen lainnya dari non makanan.
“Kalau dalam satu keluarga minimal pengeluarannya sampai Rp 2,8 juta, kalau kita bandingkan dari UMP kita Rp 3 jutaan, mereka itu tidak masuk kategori miskin,” katanya.
Dalam survei itu, diketahui bahwa rata-rata rumah tangga miskin di Sulut beranggotakan lima orang, kondisi inilah yang menurutnya cukup memberatkan.
“Semakin banyak anggota rumah tangga, semakin besar pengeluaran dia. Kalau pendapatan dia standar, dan garis kemiskinan naik maka dia akan dibawa,” ujarnya.
“Menanggulangi kemiskinan bukan hanya bantuan dan lain-lain, tetapi stabilitas harga juga harus dijaga,” kata Aidil kembali.