Trump berencana memberlakukan tarif impor tembaga sebesar 50 persen, yang mencakup seluruh produk logam tembaga olahan. Layaknya tarif impor resiprokal untuk negara, tarif tembaga juga akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.
Namun di sisi lain, Trump baru saja menyepakati pemangkasan tarif impor terhadap barang dari Indonesia, dari sebelumnya 32 persen menjadi 19 persen. Tony berharap tarif tersebut bisa semakin turun lagi.
Tony menilai perusahaan akan menyikapi penerapan tarif tembaga sebesar 50 persen dengan tetap memproduksi konsentrat hingga katoda tembaga dengan aman dan berkelanjutan, terutama sebagai bahan baku industri dalam negeri.
Namun demikian, dia menyebutkan PTFI selama ini tidak mengekspor tembaga ke AS, melainkan mayoritas ke China. Sehingga, tarif impor 50 persen tidak menjadi ancaman bagi perusahaan.
"Kami sih selama ini nggak pernah jual ke Amerika ya. Ekspor itu sebagian besar ke China, ke Tiongkok," ungkap Tony saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7).
Namun demikian, Tony juga mengakui terdapat potensi penurunan permintaan tembaga secara tidak langsung akibat tarif impor AS tersebut, meskipun hingga kini Trump belum mendetailkan kebijakan tersebut.
"Itu kan harus dipikirkan, apakah industri turunan yang dari China, industri turunan dari tembaga yang dibeli dari kami kemudian dikenakan tarif untuk Amerika, ya tentu saja demand tembaga itu mungkin akan berkurang," tuturnya.
Selain itu, dia juga menegaskan akan tetap meneruskan agenda hilirisasi tembaga, meskipun Trump mengincar penguatan kerja sama mineral kritis seperti nikel dan tembaga dengan Indonesia selama negosiasi tarif berlangsung.
PTFI, kata dia, sudah mengembangkan smelter katoda tembaga terbaru di Gresik, Jawa Timur, yang rencananya akan memulai produksi perdana pekan depan. Produksi katoda tembaga PTFI pada tahun ini ditargetkan sebesar 441 ribu ton.
"Kita smelternya sudah jadi, sudah beroperasi, sudah akan segera produksi katoda tembaga mulai minggu depan, emas batangan sudah diproduksi, perak batangan sudah diproduksi. Ini kan akan sangat baik buat ekosistem hilirisasi dalam negeri dan hilirisasi dari sektor tambang itu sudah final," tegas Tony.
Di sisi lain, Tony juga belum melihat urgensi memindahkan pasar ekspor tembaga selain ke China, karena mempertimbangkan biaya dan waktu tempuh logistik.
"Untuk memindahkan pasar, pertama kalau ke Amerika itu jauh ya 45 hari, dan kalau ke China itu cuma 7 hari pengapalan, dan China mengkonsumsi 50 persen dari copper di dunia ini," tandasnya.