Emotional Labor, Kondisi yang Sering Bikin Perempuan Burnout dalam Hubungan

2 months ago 13
 ShutterstockIlustrasi perempuan kesepian. Foto: Shutterstock

Ladies, kita sering mendengar tentang burnout di tempat kerja—lelah yang muncul akibat tekanan, beban kerja berlebih, atau stres berkepanjangan. Tapi tahukah kamu bahwa kelelahan serupa juga bisa terjadi dalam hubungan personal? Perempuan bisa merasa terkuras secara emosional tanpa tahu kenapa. Kondisi ini disebut sebagai emotional labor dan banyak perempuan mengalaminya tanpa sadar.

Dilansir dari Mind Body Green, emotional labor pertama kali diperkenalkan oleh sosiolog Arlie Hochschild pada 1983 dalam bukunya The Managed Heart. Saat itu, ia merujuk pada beban emosional yang harus dipikul oleh pekerja jasa—misalnya pramugari atau customer service—yang dituntut untuk terus tersenyum, sabar, dan ramah, bahkan saat lelah atau dibuat kesal oleh pelanggan.

Namun kini, istilah ini makin sering dipakai untuk menggambarkan beban emosional dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam relasi pribadi.

Emotional labor merujuk pada pekerjaan tak terlihat untuk mengatur emosi orang lain, menjadi tempat curhat, menjaga suasana tetap nyaman, hingga memastikan kebutuhan emosional orang lain terpenuhi—semua dilakukan tanpa pamrih, dan sering kali, tanpa disadari.

Sementara itu, Psychology Today mendefinisikan emotional labor sebagai tindakan memberikan dukungan, perhatian, dan kenyamanan secara emosional kepada orang lain dengan sering kali mengorbankan kenyamanan diri sendiri.

Mengapa perempuan lebih rentan?

 insta_photos/ShutterstockIlustrasi perempuan sedih. Foto: insta_photos/Shutterstock

Dalam banyak hubungan, perempuan masih sering berperan sebagai ‘manajer’ sekaligus penjaga harmoni. Mulai dari mengatur jadwal kencan, memastikan komunikasi berjalan lancar, menjadi pendengar setia saat pasangan stres, hingga berinisiatif memperbaiki suasana setelah bertengkar. Tanggung jawab emosional semacam ini jarang dibicarakan, tapi kerap dianggap sebagai ‘tugas alami’ perempuan.

Inilah yang disebut sebagai mental load atau beban pikiran—sebagian dari emotional labor yang membuat seseorang terus mengingat, merencanakan, dan mengorganisasi banyak hal, bahkan saat fisiknya sedang istirahat. Beban ini bisa menguras energi secara mental dan emosional. Beberapa contoh kondisi emotional labor yang sering terjadi dalam sebuah hubungan, misalnya:

  • Kamu selalu jadi tempat curhat pasangan, tapi saat kamu butuh didengarkan, dia tidak benar-benar ada untukmu.

  • Kamu terus-menerus harus mengingatkan pasangan untuk melakukan hal-hal kecil, seperti membalas pesan penting atau menepati janji, karena kalau tidak, semuanya akan diabaikan.

  • Setelah bertengkar, kamu yang harus lebih dulu mengalah dan memperbaiki suasana, meskipun kamu juga sedang merasa terluka.

  • Kamu merasa harus "berjalan di atas kulit telur" karena pasanganmu mudah tersinggung atau bereaksi berlebihan terhadap hal-hal sepele.

  • Kamu yang selalu merencanakan segala hal dalam hubungan—dari agenda kencan sampai cari tahu hadiah ulang tahun untuk keluarganya—sementara pasanganmu tinggal ikut tanpa banyak usaha.

Dalam hal-hal semacam ini, perempuan memang tampak terlihat mahir melakukan emotional labor. Namun sedianya hal itu terjadi bukan karena perempuan pernah diajari secara formal, tetapi karena terbiasa melihat dan meniru peran tersebut sejak kecil.

Dikutip dari Psychology Today, perempuan tumbuh dalam lingkungan yang memodelkan sosok perempuan ideal sebagai seseorang yang mampu mengatur segalanya. Sayangnya hal-hal kecil seperti ini, jika berlangsung terus-menerus tanpa pembagian yang adil, bisa menyebabkan kelelahan emosional atau emotional burnout.

Lalu, bagaimana cara perempuan mengatasi emotional labor?

 ShutterstockIlustrasi perempuan kesepian. Foto: Shutterstock

Hal pertama yang penting dilakukan adalah mengenali bahwa kamu sedang mengalami emotional labor. Banyak perempuan tidak menyadari bahwa mereka sedang memikul beban lebih dalam hubungan.

Jika kamu mulai merasa jenuh, lelah, atau kesal karena merasa semuanya harus kamu yang pikirkan dan atur, saatnya bicara dengan pasangan atau orang terdekat. Tapi lakukan dengan pendekatan yang tidak menyalahkan. Gunakan kalimat "aku merasa..." daripada "kamu selalu...". Contohnya: “Aku merasa kewalahan karena semua hal rumah tangga harus aku pikirkan sendiri. Aku butuh bantuan dan pembagian tanggung jawab yang lebih seimbang.”

Kamu juga bisa menetapkan batasan: kapan kamu siap menjadi pendengar, kapan kamu butuh waktu sendiri. Keseimbangan ini penting agar kamu tidak kehilangan diri sendiri dalam hubungan.

Meski istilah ini belum akrab bagi semua orang, penting untuk mulai membicarakannya—baik di rumah, di tempat kerja, maupun dalam pertemanan, Ladies. Emotional labor adalah pekerjaan yang nyata, meski tak terlihat. Dan seperti pekerjaan lain, emotional labor juga butuh pengakuan, apresiasi, dan yang paling penting: pembagian yang adil.

Read Entire Article