Ekonom Nilai Kasus eFishery Bisa Bikin Pendanaan ke Startup Makin Seret

1 hour ago 3
Ilustrasi eFishery. Foto: Shutterstock

Kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana investasi di eFishery dinilai tidak hanya berdampak ke perusahaan akuakultur tersebut, tetapi juga ke pendanaan semua startup.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyoroti adanya asimetri informasi antara founder dan investor, yang memungkinkan terjadinya moral hazard seperti pemalsuan data keuangan. Ia menilai, kasus eFishery bisa berdampak langsung pada penurunan valuasi startup.

“Dampaknya langsung, (seperti) perombakan direksi, hilangnya kepercayaan mitra, dan potensi penurunan valuasi hingga 20 sampai 30 persen, sebagaimana terjadi pada kasus WeWork dan Theranos (sebelumnya),” kata Yusuf saat dihubungi kumparan, Rabu (6/8).

Yusuf mencatat hingga pertengahan 2025, pendanaan ventura ke startup Indonesia telah turun 56,89 persen menjadi USD 176,8 juta. Faktor penyebabnya adalah suku bunga tinggi, ketidakpastian global, serta pergeseran fokus investor dari pertumbuhan ke profitabilitas.

“Kasus (eFishery) ini memperparah kondisi dengan menciptakan kekhawatiran akan fraud sistemik. Investor asing yang menyumbang 70 persen pendanaan bisa makin menarik diri, memicu flight to quality. Hanya startup dengan tata kelola baik yang akan bertahan,” ungkap Yusuf.

Yusuf mengatakan sektor agritech yang sebelumnya dianggap strategis untuk ketahanan pangan, sekarang justru berisiko kehilangan investasi hingga 30 persen. Sementara itu, sektor AI justru menunjukkan pertumbuhan pendanaan hingga 141 persen di periode yang sama.

Yusuf menyebut kasus eFishery dapat memengaruhi calon investor yang akan masuk ke sektor tersebut, termasuk yang ingin masuk ke usaha startup.

Ia pun menyarankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk mempersiapkan regulasi dan mengawas startup Indonesia dengan lebih baik lagi.

“Saya meyakini bahwa pengawasan khusus industri startup sangat dibutuhkan, sehingga diperlukan kebijakan yang mendorong transparansi dan akuntabilitas tetapi dirancang cukup lentur agar tidak menghambat inovasi startup,” jelas Yusuf.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyampaikan paparan saat Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Kamis (17/4/2025). Foto: Widya Islamiati/kumparan

Senada dengan Yusuf, Direktur CELIOS Nailul Huda menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap kejahatan finansial seperti pemalsuan laporan keuangan. Ia menilai, langkah hukum terhadap kasus seperti eFishery merupakan hal yang wajar, mengingat sudah ada kerangka hukum melalui UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

“Penipuan laporan keuangan untuk menarik investor harus masuk ranah pidana karena sudah mengandung unsur penipuan,” ujar Nailul.

Nailul mengingatkan dugaan fraud di sektor startup bisa mengikis kepercayaan investor dan memperburuk iklim pendanaan. Kondisi pendanaan startup yang buruk ini berpotensi memburuk jika investor makin ragu akibat kasus-kasus serupa.

Meski begitu, ia melihat peluang dari krisis ini untuk mendorong pergeseran pola investasi yang lebih berkelanjutan. Menurutnya, investor seharusnya tidak hanya mengejar keuntungan cepat, tapi juga aktif memastikan tata kelola yang baik, efisiensi operasional, serta model bisnis yang mengarah pada kemandirian keuntungan.

“Investor juga diharapkan berperan sebagai mentor dan pendamping, membekali pendiri startup dengan pemahaman ten...

Read Entire Article