Banyak Warga +62 Tak Nyaman Lihat Ibu Menyusui di Tempat Umum, Termasuk KRL

4 days ago 9
Jakarta -

Survei Health Collaborative Center (HCC) dengan pendekatan social experience yang melibatkan lebih dari 700 responden warga Indonesia menemukan 1 dari 3 orang merasa tidak nyaman melihat ibu menyusui di tempat umum. Sampling random HCC di periode 4 hingga 5 Agustus berhasil mengumpulkan 731 responden yang dinilai cukup representatif lantaran tersebar merata hampir di seluruh wilayah.

Riset social experience yang dilakukan HCC menunjukkan tujuh gambar pada setiap responden sebagai stimulus untuk melihat persepsi mereka. Ada 24 indikator persepsi yang dibagi dua menjadi persepsi negatif dan positif, setelah melihat gambar-gambar tersebut.

Sederet gambar yang ditunjukkan memperlihatkan bagaimana aktivitas menyusui dilakukan di tempat umum, termasuk transportasi seperti commuterline (KRL).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasilnya, ditemukan empat persepsi negatif. Pertama, 29,7 persen responden tidak nyaman melihat ibu menyusui di tempat umum. Kedua, 30 persen responden merasa gelisah saat melihat ibu menyusui di tempat umum.

Ketiga, responden memiliki persepsi negatif pada ibu menyusui untuk seharusnya mencari tempat lain alih-alih di depan umum. Terakhir, kebanyakan responden menyesalkan ibu yang tidak menggunakan 'tools' atau alat bantu untuk menutup bagian payudara saat menyusui.

Apa Pemicunya?

Pendiri dan Ketua HCC Dr dr Ray Wagiu, MKK, FRSPH menyebut ibu menyusui seharusnya bisa diterima di mana saja untuk melakukan aktivitas alamiah. Sayangnya, masih banyak warga Indonesia yang tidak memiliki persepsi tersebut.

"1 dari 3 orang indonesia yang diwakili responden penelitian ini memiliki persepsi kontra atau cenderung menolak, punya persepsi kontra, mereka secara dominan melihat ibu menyusui di tempat umum itu, merasa nggak nyaman," terangnya dalam temu media Jumat (8/8/2025).

"Harusnya itu bisa diterima di mana saja dan kapan saja, termasuk saat di tempat umum. Karena nggak semua tempat punya laktasi dan anak tentu layaknya kebutuhan primer, mereka hanya mendapatkan sumber makanan dari ASI, anak harus segera disusui," lanjutnya.

Menurut dr Ray, pemicu di balik ketidaknyamanan seseorang melihat ibu menyusui di tempat umum. Pertama, karena visual. Dominan responden mengatakan hal demikian dengan alasan ingin memproteksi si ibu untuk mencari tempat menyusui lebih privat dan nyaman.

Sayangnya, dalih ini tidak didukung dengan kenyataan adanya inisiatif mengajak si ibu ke ruang laktasi.

"Stimulus paling ekstrem perasaan tidak nyaman ketika melihat si ibu menyusui di transportasi umum, ini yang bikin orang paling nggak nyaman melihatnya, bahkan sekitar 1 dari 4 orang ini tuh cenderung mengganggu secara visual, karena tidak sesuai tempat, tidak sesuai dengan norma sosial, dan budaya," sesalnya.

HCC mendorong adanya edukasi terutama di kalangan muda melalui pendidikan dengan meningkatkan kesadaran aktivitas menyusui adalah alamiah dan tidak perlu mendapatkan stigma maupun diskriminatif sekalipun dilakukan di ruang terbuka.

Ada lima area yang dianggap kebanyakan responden tidak menjadi tempat ideal ibu menyusui:

  • 29,8 persen tidak setuju menyusui dilakukan di tempat makan
  • 34,6 persen tidak setuju menyusui dilakukan di taman atau ruang terbuka
  • 33,8 persen tidak setuju menyusui dilakukan di transportasi umum
  • 32,9 persen tidak setuju menyusui dilakukan di kafe
  • 30,6 persen tidak setuju menyusui dilakukan di tempat umum lain

Cakupan ASI eksklusif di Indonesia, yaitu pemberian ASI saja tanpa makanan atau minuman lain selama 6 bulan pertama kehidupan bayi, masih tergolong rendah. Data dari Riskesdas 2021 menunjukkan hanya sekitar 52,5 persen bayi di bawah 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif.

Angka ini menurun sekitar 12 persen dibandingkan dengan tahun 2019. Meskipun demikian, pemerintah telah menetapkan target cakupan ASI eksklusif sebesar 80 persen berdasarkan laporan Kemenkes pada 2023.

(naf/kna)


Read Entire Article